Akhirnya selesai juga kubaca buku yang berjudul Bumi Perempuan ini. Ya, sesuai judul bukunya, Bumi Perempuan merupakan sebuah buku yang berisi kumpulan cerita-cerita pendek tentang permasalahan yang dialami oleh kaum perempuan. Buku ini baru saja dirilis dan aku beli pada saat acara launching buku tersebut. Aku yang sudah membaca buku ini ingin sekali rasanya mengulas buku satu ini. Alhamdulillah, aku pun dapat izin dari salah satu penulis buku ini, Kak Djenni Buteto yang aku kenal pada saat acara nobar film dokumenter di kedai kopi Literacy Coffee. Aku pernah tulis tentang ini di postinganku sebelumnya, buat yang belum baca bisa klik https://blackrose10.home.blog/2020/11/29/acara-peluncuran-buku-bumi-perempuan-karya-4-penulis-perempuan-medan/ . Oke balik lagi, seperti yang aku bilang aku akan mengulas buku ini secara jujur sesuai yang ada dalam pemikiranku dan pendapatku.
Tetapi, karna ini adalah pertama kalinya aku membaca buku Bumi Perempuan ini dan tidak ada melakukan yang namanya pengulangan membaca, pastinya ada sesuatu yang terlewatkan (hehe). Aku hanya ingin mengulas secara singkat dan jujur, karna jika ingin lebih detail dan terperinci alangkah lebih baiknya jika teman-teman langsung saja membeli bukunya. Karna aku pikir buku ini sangat bagus buat dibaca dan apalagi buat kaum perempuan yang membacanya pasti akan lebih terasa mengena dihati walaupun tidak menutup kemungkinan laki-laki pun bisa membaca buku ini, yah tidak ada keterbatasan.

Baiklah, sebelum aku mengulas buku ini, aku jelaskan sedikit tentang buku yang berjudul Bumi Perempuan ini. Buku Bumi Perempuan ini merupakan buku antologi cerpen yang mengangkat permsalahan-permasalahan yang dialami oleh kaum perempuan (tetapi ketika aku membaca buku ini, kebanyakan masalah yang diceritakan adalah tentang seorang perempuan dengan pasangannya baik yang sudah menikah atau belum). Buku ini ditulis oleh 4 wanita dari kota Medan yang diantaranya Marina Novianti, Sri RM Simanungkalit, Lia Anggia Nasution, dan yang terakhir Diana Saragih (Djenni Buteto). Empat penulis masing-masing menuliskan beberapa cerita pendek yang berbeda yang disatukan menjadi sebuah buku. Buku ini lumayan tebal dengan berisikan 184 halaman dengan penerbit Teras Budaya Jakarta.
Secara pribadi, ketika pertama kali aku membaca buku ini, ada beberapa bagian yang kurang kupahami. Mungkin karna ada beberapa cerita didalamnya yang mengangkat kebudayaan Batak seperti adat atau semacamnya dalam pernikahan dan keluarga. Jadi aku yang seorang etnik Tionghoa-Gayo ini jadi mungkin wajar-wajar saja jika aku kurang memahami, ditambah lagi aku yang belum menikah. Jadi pastinya aku menemukan sesuatu yang aku kurang paham, tetapi bagiku bukan masalah karna aku tetap bisa menikmati membaca buku Bumi Perempuan ini. Disetiap ceritanya aku selalu mendapatkan sesuatu yang bisa aku jadikan pembelajaran. Aku membaca buku ini seperti aku membaca pengalaman-pengalaman wanita yang memiliki pengalaman permasalahan dalam hidupnya, mungkin saja sebenarnya buku ini ditulis sebagai bentuk peluapan batin yang dialami bagi mereka (ini hanya pendapatku saja).
Setiap cerita yang ditulis didalamnya sudah pasti memiliki gaya penulisan yang berbeda-beda. Tetapi ada satu bagian cerita yang mana menggunakan bahasa Batak, menurutku ini agak disayangkan karna tidak semua orang bisa mengerti bahasa Batak, andai saja ada terjemahan dibawahnya. Tapi gak semua kok, hanya segelintir saja, sebagian besarnya bisa kumengerti. Oh iya, ada hal yang aku sukai dari buku ini, misalnya sipenulis menjelaskan istilah-istilah dalam kebudayaan Batak, jadi kita yang membacanya bisa memahami, aku pun menjadi sedikit tau tentang istilah-istilah yang dimiliki suku Batak. Karna buku ini sangat kental dengan budaya Batak, jadi memang pas sekali jika istilah-istilah tersebut dijelasknan.
Selain itu, hal yang aku sukai dari buku ini adalah penyampaian kata-katanya yang sangat sangat simple. Biasanya, jika aku menemukan buku yang penyampaian kata-katanya ‘berat’ aku tidak akan mampu untuk menyelesaikannya. Tetapi hanya butuh waktu lebih kurang 2 minggu aku menyelesaikan bacaan buku ini (ini pribadiku, ingat). Apalagi setiap tulisan kata-kata pengucapannya menggunakan logat Medan, jadi akupun mungkin lebih ‘enjoy’ karna keseharianku yang selalu berbicara memakai logat Medan dengan siapapun. Hmm, apalagi ya? yahhh menurutku tidak ada lagi yang bisa aku sampaikan mengenai buku ini. Seperti yang aku bilang, aku mengulas buku ini secara jujur dan singkat berdasarkan pemikiranku dan pendapatku.
Jadi jika teman-teman menemukan sesuatu yang kurang atau apapun itu aku mohon maaf. Seperti pendapatku, buku ini sangat bagus buat dibaca. Buat teman-teman yang ingin merasakan emosional batin kaum perempuan didalam buku ini (hehe), silahkan kalian bisa beli buku ini (semoga masih ada). Sorry aku bukan mengendorse, karna aku tidak dibayar sama sekali. Aku hanya merekomendasikan buku ini karna buku ini menurutku sangat bagus buat dibaca. Kalian bisa langsung kunjungi akun Instagram https://www.instagram.com/perempuanmenulis_/ ini untuk mengetahui informasi buku ini secara jelas. Kalian pun mungkin bisa bertanya-tanya dengan adminnnya.
Oke deh, hanya itu saja ulasan jujurku mengenai Buku Perempuan ini, jika aku ada salah kata, aku mohon maaf. Disini aku tidak ingin bermaksud apa-apa, aku hanya ingin menulis ulasanku secara jujur. Baiklah kalau begitu, sekian dulu dan terimakasih. Sampai jumpa di artikel blogku selanjutnya, byee!!
Sosial Media :
Instagram : https://www.instagram.com/blackrose_f10/
Facebook : https://www.facebook.com/farinatjahaja10
LinkedIn : https://www.linkedin.com/in/farina-tjahaja
Artikelku sebelumnya >
https://blackrose10.home.blog/2020/12/16/the-brewing-space-tempat-yang-pas-untuk-menikmati-cold-brew-di-kota-medan/
https://blackrose10.home.blog/2020/11/25/berkunjung-ke-kediaman-tjong-a-fie-di-kota-medan-part-1/
https://blackrose10.home.blog/2020/04/04/mencoba-bandrek-populer-di-medan/