Mengulik Tentang Literacy Coffee – Kedai Kopi Lokal Sekaligus Pusat Kajian dan Arsip di Kota Medan

Ngomong-ngomong soal buku, teman-teman yang setia mengunjungi blogku pasti sudah pada tau kalau aku sering memposting artikel tentang ulasan-ulasan buku yang kubaca, mulai dari buku tentang psikologi, bisnis, pengembangan diri, novel, dan lain-lain. Selain buku, aku juga sering memposting artikel tentang kunjunganku ke tempat-tempat seperti salah satunya tempat kesukaanku, ‘tempat duduk ngopi’ hehehe. Aku nyebutnya itu aja kali ya secara keseluruhan karna beragam nih tempat ngopi, ada yang coffeeshop dengan konsep aestetik dan minimalis juga bernuansa industri serta instagrammable. Ada juga kedai kopi yang konsepnya sederhana tapi tetap nyaman (biasanya tempat beginian lebih menekankan kepada citarasa kopinya). Ada juga warung kopi yang mana sudah bertebaran dimana-mana. Pokoknya ya gitulah biar mencakup semua aku bilangnya ‘tempat duduk ngopi’ hihi. Eh sebentar, ini sebenarnya aku cuman sok tau doang sih soal tempat ngopi, aku hanya menulis berdasarkan pengalamanku mengamati setiap tempat ngopi yang kukunjungi beberapa tahun silam (maklum,sudah kebiasaan soalnya). Kayaknya lama-lama aku bakalan jadi anak senja deh,, eh nggak nggak gitu (hahaha, bercanda)

Balik lagi, ngomong-ngomong soal buku dan kopi, dua hal yang gak bisa lepas dari aku saat ini. Akhirnya aku menemukan satu kedai kopi yang mana kedai kopi ini memiliki dua hal yang aku sukai tadi namanya Literacy Coffee. Sesuai dengan nama tempatnya, Literacy yang artinya aksara, huruf atau bacaan dan Coffee yang artinya kopi. Yap, kedai kopi dengan ruang baca didalamnya. Memang benar, banyak tempat-tempat kedai kopi yang memiliki konsep yang sama. Tetapi ada sesuatu yang membuat Literacy Coffee ini berbeda dengan kedai kopi yang memiliki konsep yang sama lainnya. Dan itulah yang membuatku antusias untu menulis tentang Literacy Coffee ini. Apa itu? Nah disinilah aku akan menulis tentang ‘sesuatu’ itu, hahaha. Ngomong-ngomong buat kalian yang sering mengunjungi blogku, yang sering baca tulisanku pasti kalian mendapatkan sedikit perbedaan di artikel ini dengan yang sebelum-sebelumnya. Apa itu?tulisanku yang agak sedikit berbeda? lebih santai? ceria? senang? Ya aku senang, ketika aku menulis tentang Literacy Coffee ini, aku senang karna diberikan izin untuk menulis tentang Literacy Coffee. Bukan hanya itu saja, aku juga diberikan kesempatan untuk mengobrol langsung dengan pemiliknya, yaitu Bang John Fawer Siahaan. Ya, akhirnya aku bisa ngobrol-ngobrol dan sharing tentang Literacy Coffee ini dengan Bang John.

Jadi disinilah aku akan menulis berdasarkan hasil obrolan kami, atau lebih tepatnya wawancara (?). Karna sebelum datang ketempat ini, sebenarnya aku sudah menyediakan beberapa pertanyaan yang aku buat (biar aku gak lupa) yang mana akan aku rangkum menjadi satu artikel dan pastinya sudah dengan izin dari Bang John (terimakasih bang). Jadi sebelum aku menulis tentang hasil dari obrolan kami dari pertanyaan-pertanyaan yang aku buat, aku akan menulis sedikit tentang informasi Literacy Coffee ini terlebih dahulu, jadi untuk mengetahui informasi lebih lagi teman-teman bisa kunjungi sosial media Instagramnya https://www.instagram.com/literacycoffee/ , tinggal di klik jangan lupa difollow dan silahkan dikepoin!

Lanjut, jadi Literacy Coffee merupakan sebuah kedai kopi yang bernuansa lokal yang ada di kota Medan. Yang letaknya ada di Jalan Jati II, Teladan Timur, dekat dengan Gedung Arca dan kampus ITM (Institut Teknologi Medan). Literacy Coffee ini sudah ada sejak Tahun 2017, namun secara ide dan gagasan sudah ada sejak tahun 2010, yang mana berawal dari masalah yang dihadapi pada masa Mas John berkuliah dan menyusun skripsi tentang sejarah lokal. “Pada saat itu sudah berkeliling kampus-kampus, tetapi konten-konten lokal yang dibutuhkan sangat minim, jadi aku merasa apa yang kurasakan ini merupakan sebuah peluang,” ungkap bang John. Berhubung bang John yang sering berdiskusi tentang filsafat, ideologi, ditambah lagi teman-teman baik senior maupun junior dikampus yang memiliki interest yang sama juga mengalami kendala yang sama yaitu minimnya konten-konten lokal yang mana hal tersebut sangat dibutuhkan dan merupakan suatu tuntutan dari kampus. “Padahal, buku-buku itu ada, tetapi tidak terkumpul disatu tempat yang mana kemungkinan berada ditangan kolektor, atau pasar-pasar buku yang menjual dengan harga yang fantastis. Jadi kupikir aku mulai mengumpulkan satu persatu buku yang bermuatan konten-konten lokal,” ungkap bang John.

Hal ini menjadikan dorongan yang kuat buat bang John, agar kedepannya jika ada orang-orang yang ingin meriset tentang studi lokal khususnya sumatera dan membutuhkan referensi tidak akan terkendala lagi. Walaupun, buku-buku yang ada di Literacy Coffee berdominan tentang buku-buku konten lokal, tetapi karna ini merupakan sebuah ruang publik jadi disini juga menyediakan buku-buku populer, sastra, politik, bisnis, filsafat dan lain-lain. Namun, ada keinginan bang John sendiri untuk menjadikan tempat ini sebuah tempat yang mana hanya menyediakan buku konten-konten lokal, jadi siapapun yang ingin mempelajari tentang sumatera bisa datang ke Literacy Coffee. Sekarang ini, Literacy Coffee masih dikelola secara pribadi, tidak ada lembaga ataupun organisasi yang menyokong. Di Literacy Coffee, orang-orang bisa menyewa buku-buku yang ada disini dengan syarat yaitu mendonasikan 2 buku terlebih dahulu. “Tetapi karna tidak semua orang memiliki buku, jadi sebagai gantinya kami mensubsidikan uang sebesar Rp. 45.000, yang mana senilai dengan harga buku tadi, lalu ketika sewa kita kenakan biaya admin Rp. 1.000/hari (tanpa batasan hari),” ungkap mas John. Disini, jika teman-teman membutuhkan buku-buku yang terbit pada tahun 80an pun juga ada, tetapi buat yang ingin menyewanya dilihat dulu seberapa besar kepentingan tersebut (contohnya untuk penelitian atau riset) karna buku-buku ini sangat langka. Untuk kearsipan budaya lokal, di Literacy Coffee bisa dikatakan lengkap, lebih lengkap jika dibandingkan yang ada di perpustakaan kearsipan yang ada di Kota Medan.

Selain koleksi-koleksi buku dan menu-menu kopi lokal yang membuat Literacy Coffee ini diminati oleh banyak orang untuk datang ke tempat ini, disini juga sering mengadakan event-event seperti penayangan film indie/dokumenter, pameran seni, diskusi publik seperti membahas isu politik dan ekonomi, acara bedah buku, dan event-event lainnya. Jadi, Literacy Coffee terbilang salah satu kedai kopi yang cukup aktif dalam mengadakan event-event. Seperti sekarang ini walaupun kondisi pandemi, dampak terhadap event-event di Literacy Coffee tidak terlalu signifikan. “Karna event-event yang kami adakan pun kurang diminati oleh kaum millenial, jadi yang hadir tidak terlalu banyak. Untuk masalah kendala, lebih kepada faktor eksternal. Karna disaat pandemi, masih ada orang-orang yang takut untuk datang ke event ini, dan kita memaklumi hal itu. Namun, kita tetap welcome kepada siapa saja yang ingin mengadakan event di Literacy Coffee dengan batasan peserta maksimal 50 orang,” ujar bang John. Bahkan mengadakan event sudah menjadi kegiatan rutinitas di Literacy Coffee. “Hampir selalu ada tetapi masih random, sejak berdirinya Literacy Coffee di tahun 2017 kurang lebih ada 300 kegiatan diadakan disini karna kita rutin 2 atau 3 kali seminggu dengan event-event yang berbeda. Jadi balik lagi sebenarnya bagaimana kita mengeksekus 2-3 kegiatan tiap minggunya dengan topik-topik yang menarik dan isu-isu yang sedang terjadi. Siapapun yang ingin mengadakan event disini kami terbuka,” ungkap bang John.

“Walaupun ide dan gagasan dari saya, tapi tidak terlepas dari peran orang-orang yang membesarkan Literacy Coffee ini. Mungkin ada sekitar 70 % orang-orang yang tidak saya kenal yang support,” ungkap bang John. Bang John sendiri selain membuat Literacy Coffee ini menjadi ruang bersama, bang John mengupayakan Literacy Coffee menjadi sebuah pusat kajian dan arsip buat para peneliti. “Saya berpikir agak prihatin karna kita masih krisis identitas soal pengetahuan dan yang lain. Contohnya dalam hal kecil seperti ketika trend anak muda hari ini bicara soal permakultur, saya pikir narasinya kolonial banget padahal jika dipikir-pikir konsep peradaban pertanian lokal kita sudah punya konsep yang seperti itu bahkan lebih hebat dari konsep permakulturnya dibandingkan dengan eropa atau yang lainnya. Tetapi, pengetahuan kita tidak ternarasikan dengan baik melalui produk intelektual seperti buku, sehingga hal itu tidak menjadi referensi. Padahal kita lebih original dibandingkan eropa, bahkan sangat harmoni dengan alam. Tetapi kita lupa dan kurangnya kesadaran akan itu, jadinya aku berpikir jika kawan-kawan menjadikan pemikiran-pemikiran lokal seperti produk intelektual muncul kepermukaan maka harus ada literasi yang menjawab sumber referensi tersebut,” ungkap bang John.

Butuh waktu dan effort serta peran-peran orang disekitarnya yang menjadikan Literacy Coffee seperti sekarang ini. Setelah mengobrol panjang lebar dengan bang John, membuatku mulai sedikit terbuka tentang konten lokal. Apalagi berhubung ketika aku mulai menulis blog tentang tema Sumatera Utara, setelah dari obrolan panjangku dengan bang John membuatku semakin terdorong untuk menulis lagi tentang apa-apa yang ada di Sumatera Utara ini walaupun sekarang ini aku masih berkelana di sekitaran Medan, hehee. Tapi seperti yang ada dalam perkataan bang Jhon bahwa kolaborasi merupakan salah satu bentuk tindakan saling mendukung satu sama lain agar kita bisa muncul kepermukaan. Aku harap siapapun yang membaca ini juga ikut terbuka dan mulai melakukan sesuatu dari yang terkecil dulu agar konten-konten lokal ini bisa lebih dikenal banyak orang. Aku rasa apa yang kita miliki, kebudayaan yang kita miliki, ekosistem yang kita miliki, sejarah yang kita punya, karya-karya yang kita punya lebih bernilai dan original.

Sebelum aku mengakhiri tulisan ini, ada satu pesan yang disampaikan bang John Fawer Siahaan untuk kita semua. “Di abad 21 ini, aku pikir sebaiknya kita mencoba mempelajari soal identitas diri dan identitas lokal, untuk kekuatan serta kemajuan kedepannya,” pesan bang John. Sekian dan Terimakasih ^_^

Instagram Literacy Coffee : https://www.instagram.com/literacycoffee/

Literacy Coffee juga punya Youtube Channel yang up setiap minggunya, silahkan kunjungi dan jangan lupa subscribe : https://www.youtube.com/channel/UC4Xh8-LIvq4p4f5CezYwnQA

Penulis : BlackRose | Gambar diambil oleh : BlackRose

Sosial Media :
Instagram : https://www.instagram.com/blackrose_f10/
Facebook : https://www.facebook.com/farinatjahaja10
LinkedIn : https://www.linkedin.com/in/farina-tjahaja

Artikel sebelumnya >
https://blackrose10.home.blog/2020/12/28/ngopi-santai-di-kafe-repvblik-kopi-kopi-simpanan-mertua-di-kota-medan/
https://blackrose10.home.blog/2020/12/03/mengunjungi-pameran-architecture-detailing-sketch-di-cohub-coworking-space-medan/
https://blackrose10.home.blog/2020/11/18/melihat-lihat-kandang-buaya-di-medan/
https://blackrose10.home.blog/2019/12/09/sekilas-cerita-tentang-novel-tiger-saga-series-by-colleen-houck/

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s